Saturday, October 31, 2009

Thursday, October 15, 2009

Alam Tidak Akan Marah Lagi

Saya berpikir di manakah kesadaran kita terhadap alam? Pernahkah anda mendengar istri pejabat sekelas menteri mengucapkan perkataan "mahal ya" untuk sebatang pohon/tanaman di suatu pameran nasional flora dan fauna? Atau pernahkah anda melihat rumah gedung seperti istana, tetapi pohon/tanaman di sekitarnya tidak terawat karena pemilik rumah tidak ingin mengeluarkan sedikit uang untuk ongkos pemeliharaan dan membeli tanaman baru? Jika uang ratusan ribu rupiah dikatakan mahal untuk sebatang pohon/tanaman dibanding uang puluhan bahkan ratusan juta rupiah untuk sepatu, sendal, tas, jas, kemeja, sehelai kain atau hiasan benda mati lain yang dibelanjakan di dalam atau luar negeri, maka cukup wajar jika alam tersinggung dan marah ketika alam mempunyai sifat seperti manusia. Isu pemanasan global yang santer kita dengar di media bukanlah isu picisan belaka melainkan benar-benar mendapat perhatian khusus dari banyak orang bahkan peneliti ahli di berbagai belahan dunia. Kita semua tentunya sungguh merasakan perubahan iklim/cuaca yang sangat ekstrim sejak isu ini terkuak. Tolong jangan pernah kita katakan "Masa sih panas? Habis aku di AC terus nih jadi nggak ngerasa sama sekali dunia panas".

Di suatu diskusi kampus tentang lingkungan, saya pernah sengaja memancing reaksi seorang mahasiswi S2 Rusia dengan menanyakan di Rusia apanya yang panas? Menurut ukuran saya orang Indonesia yang datang dari daerah tropis, Rusia adalah negara yang sangat dingin bahkan terkadang tetap dingin walaupun di musim panas. Mahasiswi tersebut menjawab mereka benar-benar merasakan dampak pemanasan global. Gempa, tsunami, hujan badai, badai salju dan kejadian alam lain yang mengakibatkan kerusakan bahkan memakan korban jiwa bukanlah suatu tanda kiamat yang kita tidak pernah tahu persis kapan terjadi melainkan pertanda atau peringatan alam untuk menyadarkan kita bahwa sudah saatnya kita menghijaukan kembali bumi kita yang terlanjur panas ini. Saya lebih kurang 3 tahun tinggal di Rusia, daratan yang sangat dekat dengan kutub utara, ketika isu pemanasan global dibicarakan semua orang setuju bahwa mereka merasakan alam berubah: musim gugur, dingin, semi dan panas tidak dapat diprediksi lagi dengan jelas. Waktu turunnya salju sudah tidak menentu. Sama halnya dengan yang terjadi di Indonesia, kita sudah sulit mengetahui kapan pastinya musim hujan dan kemarau datang. Seakan-akan hanya ada satu musim yaitu pancaroba sepanjang tahun.

Kalau banyak pemerhati lingkungan mengajak anda untuk berhemat energi, menanam pohon, mendaur ulang sampah, dan mengurangi pembuangan C02 atau gas berbahaya lainnya di undara, saya sangat setuju dan mendukung kegiatan-kegiatan tersebut. Di sini saya lebih fokus mengajak seluruh masyarakat Indonesia bahkan dunia agar lebih peduli lagi terhadap makhluk hidup yang merupakan bagian dari alam: tumbuhan, hewan dan manusia itu sendiri dengan kata lain lebih mencintainya. Marilah kita mencintai segala yang hidup bukan yang mati. Ketika pohon-pohon ditebang mereka akan mati. Dianalogikan ketika manusia lebih mencitai benda mati daripada benda hidup, kayu dari pohon hidup diubah menjadi perabot-perabot rumah/kantor, maka munculah permintaan yang banyak akan pohon-pohon mati. Pembalakan liar atau illegal logging suatu tindakan perusakan hutan merajalalela dengan maksud untuk memenuhi permintantaan pasar yang cukup besar dan memberikan keuntungan yang sangat menjanjikan buat para pengusaha di industri ini dan segelintir orang lainnya tanpa berpikir panjang akan dampak yang ditimbulkan di kemudian hari. Analogi lain kita terus-menerus membangun rumah/gedung di atas berpetak-petak lahan tanpa keseimbangan dan mengabaikan tanaman dan mahluk hidup lain yang pernah ada di atasnya.

Sungguh ironis sekali jika kita lebih mencintai yang mati daripada yang hidup. Mari coba kita renungkan lagu cipataan seorang penyanyi legendaris, lagu lama yang pernah saya dengar ketika masih remaja puluhan tahun lalu dan kembali saya dengar sekarang, tentang bencana yang melanda di berbagai belahan dunia terutama yang terjadi di Indonesia. Kita pasti bisa lebih merasakan dampaknya karena kita bertubi-tubi ditimpa bencana seperti gempa yang baru-baru saja terjadi di Jawa Barat, Sumatera Barat dan Jambi dengan skala di atas 7 SR merenggut harta benda dan nyawa manusia. Bumi bergejolak, bencana masih mungkin terus akan datang. Adalah sangat benar bahwa alam sedang tidak bersahabat dengan kita. Alam memberikan peringatan kepada kita supaya kita tersadar dari kebodohan-kebodohan yang mengakibatkan manusia sendiri celaka. Longsor terjadi karena manusia menebang pohon di atas tanah/bukit/pegunungan yang tadinya ditumbuhi pepohonan. Memang bencana alam di luar kuasa manusia. Tetapi adalah di dalam kuasa kita untuk mencegah dan mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh bencana. Sekaranglah waktunya untuk kita membenahi diri dengan apa yang kita bisa. Menanam pohon/tumbuhan akan lebih menyenangkan daripada mengoleksi benda-benda mati. Mulailah dari menanam tanaman yang kita sukai maka kita akan merasakan langsung pertumbuhan alami ketika memeliharanya. Perhatiaan kita terhadap yang hidup akan menjadikan hidup kita lebih hidup alias tidak membosankan. Coba kita bandingkan tingkat kejenuhan kita terhadap bunga hias bikinan pabrik dengan bunga buatan alam. Kita semua akan sependapat bahwa adalah benar bunga/tanaman hidup lebih indah dan tidak membosankan.

Setiap usaha kecil dalam memelihara alam akan membuat alam bersahabat dengan kita. Alam akan memperhatikan sekecil apapun usaha kita. Ketika kita bersahabat dengan alam maka alam akan lebih bersahabat lagi dengan kita. Alam akan memberikan kesejukan, keindahan, kesegaran, dan ketentraman ketika kita memeliharanya. Ketika kita membiarkan alam tetap hijau, alam memberikan manfaat hijaunya kepada kita. Percayalah alam tidak akan marah lagi ketika kita tidak menyinggung atau mengusiknya. Mari kita dukung setiap usaha berupa kampanye-kampanye, penggalangan dana, dan implementasi langsung di lapangan untuk menyelamatkan alam yang berarti menyelamatkan makhluk hidup di dalamnya demi masa depan dan kelangsungan hidup yang lebih terjamin. (Jetty, S2 Hubungan Internasional, S1 Komunikasi, Pemerhati Alam)

Bonsai Bugenville


Hiasin pekarangan/rumah anda dengan bonsai Bugenville dua warna ungu dan putih hanya Rp. 250.000,-.